Warga Sukaluyu Meradang: Oknum HRD Dianggap Pengecut, Sachou Tak Hadir, Mediasi Gagal Total

Karawang, Selasa (3/6/2025) — Mediasi yang diharapkan menjadi titik temu antara masyarakat Desa Sukaluyu dan perusahaan di salah satu kawasan industri Karawang justru berubah menjadi panggung kekecewaan mendalam. Puluhan warga dan perwakilan Karang Taruna se-Kecamatan Telukjambe Timur merasa dilecehkan setelah pihak perusahaan tidak menghadirkan Sachou—pemegang keputusan tertinggi—dan hanya mengutus seorang perwakilan tanpa kewenangan, sementara sang oknum HRD yang selama ini jadi sorotan publik justru memilih bersembunyi.

Ketidakhadiran Sachou dianggap sebagai bentuk arogansi perusahaan. Namun yang paling menyakitkan bagi warga adalah sikap pengecut sang oknum HRD, yang justru menghilang di saat masyarakat berharap mendapat penjelasan dan penyelesaian secara terbuka.

“Kami datang jauh-jauh dari pagi, meninggalkan keluarga dan pekerjaan demi mencari kejelasan. Tapi apa yang kami dapat? Dihina secara terang-terangan oleh sikap pengecut seorang HRD yang bahkan tidak punya keberanian untuk duduk di depan masyarakat,” tegas M. Zaenudin, perwakilan warga Desa Sukaluyu.

Menurutnya, sikap pengecut seperti ini bukan hanya mencerminkan karakter pribadi, tapi juga menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak pantas bekerja di perusahaan mana pun. “Orang yang takut menghadapi persoalan dan memilih bersembunyi bukanlah profesional, dia adalah beban bagi perusahaan, dan ancaman bagi masyarakat,” ujarnya lantang.

Kecurigaan publik pun makin tajam. Ketidakhadiran sang HRD dinilai sebagai upaya menutup-nutupi kebijakan internal yang selama ini menyakiti warga sekitar.

“Kalau memang dia merasa benar, datanglah. Tapi kenyataannya, dia lari. Kami justru semakin yakin, ada sesuatu yang dia sembunyikan,” lanjut Zaenudin.

Kemarahan warga semakin memuncak ketika Ketua Karang Taruna Kecamatan Telukjambe Timur, Asep Ruhiyat, ikut angkat suara. Ia menilai sikap pengecut oknum HRD itu justru menjadi pemicu lahirnya aksi-aksi protes di kawasan industri Karawang.

“Kalau sejak awal perusahaan menghadirkan pengambil kebijakan—Sachou—dan bersikap terbuka, tidak akan terjadi gejolak seperti ini. Tapi nyatanya, yang datang bukan pemilik keputusan. Yang paling kami tunggu justru bersembunyi. HRD-nya? Lebih parah lagi, bahkan tidak layak disebut sebagai tenaga kerja,” sindir Asep dengan nada tajam.

Sementara itu, Robby, Ketua Karang Taruna Desa Sukaluyu, tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaannya. Ia mengaku sudah kesulitan menahan gelombang kemarahan masyarakat yang merasa diinjak harga dirinya.

“Kami warga Desa Sukaluyu adalah orang-orang yang beradab, tapi jangan paksa kami untuk turun ke jalan hanya karena satu orang pengecut yang tidak bertanggung jawab. Kalau perusahaan tetap memelihara oknum seperti itu, maka jangan salahkan kami jika gelombang perlawanan akan terus membesar,” tegas Robby.

Para tokoh masyarakat menuntut agar pihak perusahaan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap internalnya, terutama terhadap oknum HRD yang selama ini dianggap sebagai akar masalah. Sikap diam, lari dari tanggung jawab, dan pengecut seperti itu bukan hanya merusak citra perusahaan, tapi juga menodai hubungan industrial yang seharusnya dibangun di atas kepercayaan.

“Dia bukan hanya tidak pantas bekerja di sini. Dia tidak layak bekerja di perusahaan mana pun. Dunia kerja butuh profesional, bukan pengecut!” pungkas Zaenudin.

Sampai berita ini ditulis, Sachou maupun jajaran manajemen belum memberikan tanggapan resmi. Namun yang pasti, citra perusahaan kini dipertaruhkan. Dan semua bermula dari satu sosok yang gagal menjadi pemimpin, gagal jadi komunikator, dan bahkan gagal menjadi manusia berani.

Bagikan berita/artikel ini