Mbah Goen Desak Revisi Perda Limbah Industri: “Kembalikan Frasa Sampah Sisa Produksi!”

Kabupaten Bekasi — Ketua Umum Solidaritas Nasional Independen Peduli Rakyat (SNIPER), Gunawan, yang akrab disapa Mbah Goen, mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi untuk segera merevisi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Izin Pengelolaan Limbah Padat Bernilai Ekonomis.

Dalam keterangannya, Mbah Goen menyoroti persoalan mendasar terkait hilangnya potensi penerimaan daerah dari sektor retribusi sampah industri. Menurutnya, akar persoalan tersebut bermula dari perubahan istilah dalam Perda tersebut, dari “sampah sisa produksi” menjadi “limbah padat non-B3 bernilai ekonomis”.

“Berdasarkan literasi yang saya dapat dari berbagai sumber, termasuk penelusuran di internet, sampah itu terbagi dua kategori: sampah rumah tangga dan sampah sisa produksi. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari masyarakat di rumah, sedangkan sampah sisa produksi adalah limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri,” kata Mbah Goen, Senin (13/5).

Ia menjelaskan, sebagai daerah yang dikenal sebagai kota industri, Kabupaten Bekasi memiliki potensi besar dari retribusi pengelolaan sampah produksi. Namun potensi tersebut hilang setelah diberlakukannya Perda 9 Tahun 2007.

“Sejak adanya perda itu, frasa ‘sampah sisa produksi’ diganti menjadi ‘limbah padat non-B3 bernilai ekonomis’. Perubahan ini bukan sekadar soal istilah, tapi berdampak langsung pada hilangnya kewenangan pemerintah daerah dalam menarik retribusi dari limbah industri,” ujarnya.

Mbah Goen menilai, perubahan istilah tersebut secara tidak langsung menghapus hak daerah untuk memungut retribusi, karena dalam regulasi tersebut, limbah padat non-B3 dianggap memiliki nilai ekonomi dan pengelolaannya dilakukan atas dasar kesepakatan antara pihak industri dan pihak swasta.

“Selama perda itu berlaku, tidak ada kontribusi berarti yang diterima pemerintah daerah dari limbah industri. Maka jalan satu-satunya adalah merevisi perda tersebut, khususnya pada ketentuan umum, dengan mengembalikan frasa ‘limbah padat non-B3 bernilai ekonomis’ menjadi ‘sampah sisa proses produksi’,” tegasnya.

Ia menambahkan, pengelolaan limbah yang selama ini sudah berjalan antara pihak industri dan pelaku usaha bisa tetap dilanjutkan. Namun, Pemerintah Kabupaten Bekasi harus hadir untuk menetapkan skema retribusi yang adil.

“Biar saja pengusaha dan industri terus menjalankan pengelolaan limbahnya seperti biasa. Tapi pemerintah daerah harus memungut retribusinya. Itu hak daerah,” tandasnya.

Dengan desakan ini, SNIPER berharap pemerintah daerah tak lagi kehilangan potensi pendapatan dari sektor industri, khususnya terkait pengelolaan limbah dan sampah produksi yang selama ini luput dari sistem retribusi resmi.

Bagikan berita/artikel ini