Bekasi — Proses diversifikasi atau upaya penyelesaian damai kasus perundungan (bullying) yang terjadi di SMPN 1 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, belum menemukan titik temu. Pertemuan yang dihadiri oleh pihak korban, pihak pelaku, Kepala Sekolah SMPN 1 Tambun Selatan, serta perwakilan aparat, berlangsung dengan penuh kehati-hatian dan diwarnai sejumlah pembahasan mendalam.
Kuasa hukum keluarga korban, Jupiter Fernando, S.H., menjelaskan bahwa dari empat poin permohonan yang diajukan keluarga korban, tiga poin telah disetujui, sementara satu poin lainnya, yakni mengenai ganti rugi materiil, belum menemukan kesepakatan.
> “Ada empat poin permohonan dari keluarga korban. Tiga sudah bisa diterima semua pihak, tapi satu poin yakni nilai ganti rugi belum disepakati. Karena itu, proses diversifikasi kedua ini belum bisa dianggap tuntas dan akan diteruskan ke pihak Kejaksaan,” jelas Jupiter usai pertemuan.
Adapun tiga poin yang telah disepakati dalam forum tersebut meliputi:
1. Permohonan pemisahan proses aktivitas sekolah antara korban dan pelaku, guna mencegah terulangnya kembali trauma atau potensi perundungan baru. Pihak sekolah disebut telah menunggu arahan teknis lebih lanjut terkait pelaksanaan kebijakan tersebut.
2. Pembuatan surat pernyataan dan jaminan tertulis dari pihak pelaku dan sekolah yang menegaskan tidak akan terjadi lagi tindakan serupa di lingkungan sekolah.
3. Pemberian fasilitas pendampingan dan pengobatan trauma bagi korban dan keluarga korban, termasuk pendampingan psikologis dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi.
Sementara itu, poin keempat yang belum disepakati adalah besaran nilai ganti rugi materiil yang diajukan oleh keluarga korban.
> “Kalau kita lihat dari ketentuan hukum, nilai denda sebagaimana diatur dalam pasal terkait bisa mencapai Rp75 juta. Namun keluarga korban tidak menuntut sebesar itu, hanya sekitar 20 persen dari nilai tersebut, yakni kurang lebih Rp10 juta. Sayangnya, angka itu belum bisa disetujui pihak pelaku,” ujar Jupiter.
Menurut Jupiter, pihaknya menghormati seluruh proses yang sedang berjalan dan siap menunggu penjadwalan lanjutan di Kejaksaan. Ia berharap, melalui proses hukum maupun mediasi berikutnya, akan ada penyelesaian yang adil dan memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi di dunia pendidikan Kabupaten Bekasi.
> “Kami berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran penting bagi semua sekolah. Pencegahan harus diperkuat agar tidak ada lagi korban perundungan yang menderita seperti klien kami,” tegasnya.
Sementara itu, pihak sekolah SMPN 1 Tambun Selatan menyampaikan bahwa korban saat ini masih menjalani proses pembelajaran secara daring (online) dengan pendampingan psikologis intensif. DP3A Kabupaten Bekasi juga telah melakukan analisis dan asesmen trauma terhadap korban pada Rabu lalu, dan hasilnya masih menunggu laporan resmi.
Kasus perundungan ini sebelumnya sempat menyita perhatian publik karena melibatkan siswa di tingkat SMP dan menimbulkan trauma mendalam bagi korban. Dengan belum tercapainya kesepakatan dalam diversifikasi tahap kedua, kini semua pihak menunggu langkah lanjutan dari Kejaksaan untuk menentukan arah penyelesaian selanjutnya.

 
		 
		 
		