KARAWANG – Polemik seputar PT FCC Indonesia kembali menghangat, kini menyeret nama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), setelah pertemuan kontroversial antara manajemen PT FCC, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Karawang, serta seorang kepala desa, berlangsung tanpa pelibatan kepala daerah Karawang.
Pertemuan yang dinilai dilakukan secara sepihak itu langsung menuai kritik tajam dari Ketua Peradi Karawang sekaligus pengamat kebijakan publik, Asep Agustian SH, MH—akrab disapa Askun. Ia menyebut langkah tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap keberadaan Bupati Karawang, H. Aep Saepulloh, dan mencerminkan krisis koordinasi antarlembaga di tingkat daerah.
> “Apakah dengan bertemu KDM, masalah ini langsung selesai? Ini kan persoalan Kabupaten Karawang. Lalu Bupatinya dianggap apa? Seolah-olah Karawang ini tak punya kepala daerah,” tegas Askun saat diwawancarai, Minggu (27/7/2025).
Asal Mula Kisruh: Pelecehan terhadap Tenaga Kerja Lokal
Kegaduhan ini bermula dari dugaan pelecehan verbal yang dilakukan oleh salah satu manajer HRD PT FCC terhadap warga Karawang. Dalam sebuah pernyataan internal yang kemudian bocor ke publik, sang manajer menyebut warga Karawang “sulit diajari dan tidak memiliki etos kerja”, yang dinilai mencoreng harga diri masyarakat lokal.
Askun menyayangkan belum adanya tindakan tegas dari pihak manajemen FCC. Ia mempertanyakan sikap General Manager (GM) perusahaan Jepang tersebut, yang hingga kini belum diketahui apakah telah memberikan sanksi terhadap bawahannya.
> “Saya apresiasi LBH Karawang yang sudah melangkah secara hukum. Tapi kalau GM-nya tidak berani memberi sanksi, ini berarti perusahaan membiarkan konflik melebar. Padahal ini bukan sekadar masalah personal—ini soal harga diri Karawang,” ujarnya dengan nada tegas.
Ketegasan GM dan Tanggung Jawab Perusahaan
Sebagai perusahaan internasional, PT FCC diminta menunjukkan komitmennya terhadap etika kerja dan kepatuhan terhadap norma lokal. Menurut Askun, dalam dunia industri, perilaku satu orang bisa mencoreng nama baik perusahaan secara keseluruhan di mata buyer global.
> “Kalau produk perusahaan rusak di pasaran karena konflik sosial, buyer bisa kehilangan kepercayaan. GM-nya jangan diam. Sanksi harus jelas, agar publik melihat keseriusan mereka,” tambahnya.
Disnaker Disorot: Pelanggaran Etika Birokrasi?
Tak hanya FCC, Kepala Dinas Tenaga Kerja Karawang juga jadi sorotan utama. Langkahnya menghadiri pertemuan dengan Gubernur tanpa melibatkan Bupati atau Sekda, menurut Askun, adalah tindakan tidak etis yang berpotensi melecehkan struktur kewenangan daerah.
> “Apa susahnya koordinasi? Kalau semua lari ke gubernur, apa gunanya ada Bupati? Ini bukan soal protokoler, ini soal marwah pemerintahan. Jangan melempar wajah Bupati ke bawah sepatu publik,” kritiknya pedas.
Namun demikian, dalam nada sindiran, Askun justru meminta agar Kadisnaker tidak dimutasi.
> “Saya minta beliau dipertahankan. Biar masyarakat bisa lihat sendiri bagaimana prestasi hebatnya—yang sukses bikin gaduh satu kabupaten,” katanya tajam.
Perda 60:40 dan Kekosongan Data
Polemik ini juga membuka tabir lain yang tak kalah serius: implementasi Perda No. 1 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan, yang mengamanatkan komposisi minimal 60 persen tenaga kerja berasal dari Karawang.
Askun meragukan apakah aturan ini benar-benar dipantau oleh Disnaker.
> “Kalau benar semua perusahaan patuh 60:40, saya kasih dua jempol. Tapi kenyataannya? Mana data validnya? Publik berhak tahu,” ungkapnya.
Sindiran Terbuka kepada Gubernur KDM
Gubernur Dedi Mulyadi pun tak luput dari kritik. Bagi Askun, alih-alih mengundang polemik lewat unggahan media sosial dengan gaya akrab dan seolah-olah ‘penyelamat’, Gubernur seharusnya menjunjung etika pemerintahan dengan mengedepankan komunikasi vertikal.
> “Kalau mau bantu, telepon Bupati. Ajak duduk bareng cari solusi. Jangan malah pamer di medsos dengan gaya haha-hehe, tapi akar masalah tidak disentuh,” sindirnya tajam.
Dua Akar Kegaduhan: FCC dan Disnaker
Askun menegaskan, penyebab utama kegaduhan publik di Karawang adalah dua pihak: PT FCC dan Dinas Tenaga Kerja. Ia menyerukan agar Bupati bertindak tegas dan tidak membiarkan kegaduhan ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola ketenagakerjaan di Karawang.
> “Bupati, Wakil, dan Sekda harus tampil. Sekda itu matahari bagi PNS, Bupati itu matahari bagi masyarakat. Jangan biarkan kewenangan kepala daerah dikebiri. Pertahankan Kadisnaker, agar prestasi gaduhnya dikenang sejarah,” pungkasnya.
—
Catatan Redaksi:
Kasus PT FCC adalah cermin rapuhnya sinergi antara birokrasi, dunia usaha, dan kepemimpinan daerah. Ketika jalur komunikasi dan kewenangan diabaikan, maka kegaduhan bukan hanya persoalan etika—melainkan risiko sosial yang bisa mengguncang stabilitas daerah. Investigasi terhadap kebenaran data, ketegasan sanksi, dan etika tata kelola, adalah PR besar yang kini terbuka lebar di Karawang.
