Menguak Kisah Dibalik Novel “THE KING’S CODE: Pesan Raja Agung Purnawarman”
oleh: R.R. Okki Jusuf Judanagara, M.Sc., M.M. Badan Pekerja Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
SWARA JABAR, Rubrik Budaya & Sejarah
Cerita berdasarkan kisah nyata ini kutulis selama bertahun-tahun untuk mengingatkan negeri ini bahwa dahulu pernah berdiri sebuah kerajaan besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan di bumi Nusantara.
Seorang Raja bernama Maharaja Purnawarman datang untuk berbicara tentang keinginan hatinya dan kekhawatirannya pada negeri ini dalam sebuah rangkaian mimpi yang sulit dipercaya. Oleh karena itu, kutuliskan kisah ini sebagai novel yang mungkin lebih mudah untuk dicerna dan mudah dimengerti oleh bangsa ini.
Kisah yang kutulis ini bukanlah cerita yang ingin membenarkan sejarah, jika isinya tidak sejalan dengan sejarah yang ada. Juga bukan untuk menyudutkan seseorang atau pun tokoh tertentu yang kebetulan kutuliskan namanya dalam novel ini.
Semua ini berawal dari mimpi yang terus menerus dari kedatangan seseorang yang mengaku dirinya Raja Sunda. Ia ingin agar aku mengikuti petunjuknya yang dimulai pada 1999. Berdasarkan hal itu maka berangkatlah aku pada sebuah pencarian terhadap fakta sejarah masa lampau dengan bimbingan dan nasihat kakekku, almarhum Rachmat Marta Adi Subrata, seorang budayawan Sunda, asuhan ayahku, almarhum Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal Judanagara, seorang mantan pejabat tinggi negara, dan bimbingan ayah angkatku, almarhum H. Adji Mohamad Solehoeddin II, Sultan Kutai Kartanegara ke-XX.

Mimpi-mimpi itu seperti sebuah cerita panjang yang sambung menyambung tentang kisah kesejahteraan dan kejayaan sebuah kerajaan pada masa lalu di mana aku terus menerus menerima petunjuk yang sering bersifat simbolis atau pun hanya petunjuk berupa sebuah peta.
Aku mencoba dan terus berdiskusi dengan kakekku, para engineer, dan para ahli lainnya untuk menuangkan hal tersebut ke dalam sebuah konsep yang kemudian dilanjutkan penjadi sebuah Pre Feasibility Study pada 2003. Setelah tahap itu maka beranjaklah kami pada kajian Indicative Feasibility Study pada 2005.
Sebuah kajian yang lebih mendalam mengenai penggabungan konsep railway dan waterway akhirnya selesai. Kami telah berhasil melaksanakan Feasibility Study pada 2008 oleh konsultan teknis LAPI ITB dan Scott Wilson dari Inggris.
Dalam pencarian fakta sejarah itu aku menemukan adanya sebuah peradaban yang membawa manusia pada kehidupan yang damai dan sejahtera di masa lampau di mana seorang Maharaja telah membangun sebuah terusan air sepanjang 6122 busur atau sama dengan 11 Km hanya dalam 20 hari, tanpa menggunakan alat berat seperti pada masa kini. Itulah hasil karya Maharaja Sri Purnawarman, Raja ke-III Tarumanagara yang telah dilupakan oleh bangsa kita. Begitu pula hasil karyanya yang umumnya tidak ada orang yang tahu itu ada di mana.
Dalam mimpi-mimpi itu, sang Maharaja mengatakan, “Aku akan membimbingmu sampai kau kelak berhasil membangun sebuah cita-cita seperti yang aku bangun dahulu di negeri ini. Namun, aku ingin engkau berjanji bahwa kau akan membangun kembali kerajaanku yang akan membuka mata bangsa ini bahwa mereka telah melupakan sebuah peradaban besar yang dulu telah aku bangun dan membawa negeri ini pada kedamaian dan kesejahteraan.”
Di dalam perjalanan pencarian peradaban kanal, secara tidak sadar terbawalah aku pada sebuah fakta adanya aliran harta karun dari zaman Raja Rameses II pada abad ke-XII Sebelum Masehi, lalu zaman Raja Sulaiman dari Yehuda, Raja Nebuchaddnezar dari Babylonia, Raja Cyrus dari Persia sampai ke zaman Alexander The Great dari Macedonia.

Sesudah kematian Alexander, kisah itu mengalir kepada beberapa jendralnya, di antaranya, Ptolemy I yang menurunkan Cleopatra di Mesir dan Seleucis I yang menurunkan Yazdegerd I di Persia, Antigonus I yang menurunkan Kaisar Bizantium Konstantin I, Pergamon yang menguasai Asia Minor, dan akhirnya keturunannya Attalus III yang menyerahkan kekuasaan kepada Romawi.
Lalu berlanjut kepada Sultan Salahuddin Al Ayubbi pada periode Perang Salib yang dilanjutkan oleh Sultan Mehmed II dari Kerajaan Ottoman yang mungkin menurunkan kepada Raja-Raja Timur Tengah dan aliran yang berujung pada Ratu Catherine di Russia pada abad ke-XVIII Masehi.
Lalu apa hubungannya aliran harta karun itu dengan Kerajaan Tarumanagara? Ternyata ada sebuah kisah yang menarik dari penemuanku. Salah satu pemegang aliran itu adalah Raja Purnawarman yang terkenal yang telah berhasil membangun sebuah kanal di Pulau Jawa dan membangun sebuah kesejahteraan di Nusantara pada abad ke-IV Masehi.
Perjalanan pencarian sejarah-sejarah kanal yang ada di dunia ini telah membawaku menemukan fakta sejarah mengenai hilangnya harta kekayaan Kerajaan Persia yang dijarah oleh Alexander The Great. Kemudian fakta sejarah misteri sarcophagus kosong Alexander sang Penguasa Dunia yang mati dalam usia muda di Babylonia, setelahnya yang berbuah pada analisa dan teoriku mengenai pembunuhan yang terencana pada 323 Sebelum Masehi. Hal menarik dari kisah ini adalah bagaimana harta itu sampai di bumi Nusantara dan menjadi perburuan banyak orang dengan berbagai kisah.
Dalam perjalanan pembuatan studi kanal dan penemuan harta Kerajaan Persia itu, aku juga tiada berhenti untuk terus melakukan pencarian fakta sejarah, berdiskusi dengan para arkeolog, geolog, para ahli sejarah dan para ahli kesundaan. Keingin tahuan terhadap keadaan Nusantara pada masa lalu telah membuat aku bergelut dengan naskah-naskah kuno dan mencari info ke perpustakaan atau museum di seluruh dunia.
Perjalanan sejak pertama kali aku mendapat mimpi, sampai dengan kutulis buku The King’s code ini sudah berjalan 25 tahun. Selama itu telah banyak ilmu dan penemuan yang kudapatkan dari perjalanan keliling dunia yang membuatku merasa sangat kaya pengetahuan.
Pekerjaanku untuk mempersiapkan pembangunan “Masterpiece of God” rasanya sudah selesai. Kini kupasrahkan terlaksana atau tidaknya rencana ini kepada Tuhan yang Maha Kuasa sebagai pemilik masterpiece tersebut.

Sebagai tambahan informasi siapa Maharaja Purnawarman bagi para pembaca, menurut naskah Wangsakerta, seorang pangeran Cirebon yang ditugaskan menuliskan kembali sejarah kasundaan dari sejak abad 1 sampai dengan abad ini bahwa pada 345 M, dua raja India Hastiwarman dari Calankayana dan Wisnugopa dari Pallawa telah dikalahkan oleh Maharaja Samudragupta yang kejam (Prasasti Allahabad). Pada tahun itulah sang rajaresi meninggalkan India menuju Nusantara. Ada pun Raja Pallawa Wisnugopa datang ke Pulau Jawa dan menikah dengan Putri Rani Spartikarnawa Warmandewi dan menjadi Raja Dewawarman VIII, Raja terakhir Kerajaan Salakanagara.
Seorang Rajaresi datang dari India pada 357 M ke Pulau Jawa dan menikahi Putri Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi, yaitu putri tertua dari Raja Dewawarman VIII, dan mereka mendirikan Kerajaan Tarumanagara, sedangkan putra kedua Raja Dewawarman VIII yang bernama Aswawarman menikahi Putri Kundungga Dewi Sri Gari dari Kerajaan Bakulapura di Kalimantan dan mendirikan Kerajaan Kutai.
Jayasingawarman menjadi Raja Tarumanagara ke I selama 24 tahun (358-382 M). Beliau wafat dalam usia 60 tahun dan dipusarakan di tepi kali Gomati, lalu digantikan oleh putranya, Darmayawarman sebagai Raja Tarumanagara ke II selama 13 tahun (382-395 M) dan dipusarakan di tepi kali Chandrabaga. Sang Rajaresi kedua lalu digantikan pula oleh putranya Sri Purnawarman Raja Tarumanagara ke III yang memerintah selama 39 tahun (395- 434 M).
Purnawarman dilahirkan pada 8 Palguna 294 Saka (16 Maret 372 M) dan diwisuda menjadi Raja Tarumanagara ke III pada 13 Caitra 317 Saka (12 Maret 395 M). Adapun tindakannya yang pertama ialah memindahkan ibukota ke sebelah utara timur ibukota Jayasingapura, ibukota baru itu diberi nama Sundapura dibangun di tepi kali Gomati.
Lokasi Kota Sundapura tersebut terindikasi berada di Desa Batujaya, Kabupaten Karawang, kira kira berjarak 55 Km dari Jakarta. Tiga tahun setelah dinobatkan, sang Purnawarman membuat pelabuhan di tepi pantai di muara sungai Citarum dan pelabuhan ini menjadi ramai oleh kapal-kapal perang Kerajaan Tarumanagara dan kapal-kapal dagang dari India, Persia, China, Siam, dan Champa.
Dalam Prasasti Tugu & Prasasti Cidangiang, Purnawarman dijuluki dengan nama Narrendraddhvajabutena yang dapat diterjemahkan sebagai Panji Segala Raja, di mana sebagai raja yang selalu menang perang, tetapi pengasih dan penyayang yang membawahi 48 kerajaan bawahan lainnya di Pulau Jawa. Adapun tulisan Pallawa yang ada dalam prasasti Tugu adalah sebagai berikut:
“Pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyata puri prapya.Chandrabhagarnnava yayau pravardhamana dvavina dvatsare crigunaujasa narendraddhvajadbutena.Primata purnnavarmmana prarabhya phalgunemase khata krisna tsami tithau caitrasukla trayodaqya dinai siddhaika viripakai. Ayatashatsahasrena dhanushamsa catena ca dvavincsena nadi ramya gomati nirmalodaka pitamahasya rijasher widarya cibiravani. Brahmanair ggosahasrena prayati krtadakshina.”
Artinya: Dahulu sungai Chandrabhaga digali oleh rajadiraja guru yang berlengan kuat dan besar kekuasaannya, setelah mencapai kota yang mashur, mengalirlah ke laut. Dalam pemerintahannya yang semakin sejahtera, Panji Segala Raja yang termashur Purnawarman, telah menggali saluran Gomati yang indah, murni airnya, mulai tanggal 8 bagian gelap bulan Palguna dan selesai tanggal 20 bagian terang bulan Caitra, selesai dalam 20 hari. Panjangnya 6122 busur mengalir ke tengah-tengah tempat kakeknya Sang Rajaresi.Setelah selesai dihadiahkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana.
Fakta dari Prasasti Tugu dan cerita sejarah dari Naskah Wangsakerta
Pertama, Jayasingawarman mendirikan sebuah desa yang kelak menjadi ibukota Kerajaan Tarumanagara;
Kedua, tindakan pertama Purnawarman setelah diwisuda menjadi Raja ke III Tarumanagara adalah memindahkan ibukota lama ke arah Utara Agak ke Timur dari Jayasingapura yang dinamakan dengan kota Sundapura;
Ketiga, dijelaskan bahwa kota Sundapura dibangun ditepi Sungai Citarum di Jawa Barat;
Keempat, pada tahun ke-3 pemerintahannya, Purnawarman membangun Pelabuhan Maharataruma untuk pertahanan dan Narikela untuk perdagangan tentunya tidak jauh dari area ibukota. Saluran terusan air yang digali tersebut adalah terusan kali Gomati.
Fakta Arkeologi dari Situs Batujaya, Kabupaten Karawang
Pertama, telah ditemukan kompleks bangunan percandian sebanyak 70 buah di kawasan desa Batu Jaya dan enam buah di kawasan desa Cibuaya; Kedua, Kompleks tersebut hanya berjarak 1 Km dari Sungai Citarum dan 1 Km dari Kali Gomati di mana ada saluran antara Sungai Citarum dan Kali Gomati yang disebut penduduk dengan Kali Mati;
Ketiga, hasil carbon test pada batuan reruntuhan berusia abad 2 M sampai 11 M dapat diperkirakan reruntuhan adalah sisa dari tiga Kerajaan, yaitu Kerajaan Salakanagara, Tarumanagara, dan Sunda; Keempat, bangunan terbesar menunjukan sebagai tempat upacara persembahan atau penghormatan pada para brahmana (Candi Blandongan);
Kelima, salah satu bangunan candi berbentuk gelombang kelopak bunga teratai (Candi Jiwa); Keenam, luas area percandian cukup besar jika itu diasumsikan sebagai sisa-sisa percandian keagamaan (sekitar 5 Km persegi).
Analisa sementara dari fakta yang ada
Pertama, Situs Batujaya dapat dipastikan adalah reruntuhan Kerajaan Tarumanagara karena titik lokasi berada dekat Sungai Citarum dan Kali Gomati; Kedua, Situs Batujaya kemungkinan besar adalah bagian dari Kota Sundapura, dan; Ketiga, dari area situs Batujaya dan lokasi kali Gomati tentulah dapat dipetakan di mana kira-kira area terusan yang dibangun oleh Purnawarman. Keempat, begitu pula tentunya dapat dipetakan di mana area Pelabuhan Tarumanagara. Ini dapat juga kita buka peta kuno yang dimiliki dinas arkeologi/purbakala; Kelima, kelopak bunga teratai dengan kepala gajah Airawata seperti Ganeca di atasnya adalah lambang resmi kerajaan Tarumanagara, dan; Keenam, hanya dua candi yang baru terbuka di area situs karena minimnya anggaran biaya penggalian dari pemerintah kita. (Sumber: Majmussunda.id)
